KOTA INKLUSIF, DINSOS KEBUMEN AJAK MAHIR BERBAHASA ISYARAT
KOTA INKLUSIF, DINSOS KEBUMEN AJAK MAHIR BERBAHASA ISYARAT
Perjuangan Kabupaten Kebumen untuk menjadi kota inklusif patut untuk di apresiasi. Istilah inklusif masih asing di telinga masyarakat, apakah Anda tahu arti kota inklusif? Kota inklusif adalah sebuah konsep dan cita-cita membangun lingkungan sosial yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan. Berawal dari inilah Dinas Sosial Kabupaten Kebumen terus mendorong seluruh OPD, UPTD dan dinas pelayanan lainnya untuk mengembangkan sistem pelayanan khususnya bagi kaum difabilitas.
Pelatihan bahasa isyarat di gelar di Mexolie Hotel Kebumen, Rabu hingga Kamis, 25 dan 26 September 2019. Kepala Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Kebumen Dwi Budi Satrio mengatakan Kebumen menjadi kota inklusi pertama di Indonesia. Untuk mensukseskan segala sektor diperlukan perbaikan dan dukungan di setiap sektor. Salah satunya dengan memberikan ruang bagi saudara-saudara penyandang difabilitas tanpa terkecuali. Semangat inilah Dinsos PPKB mengadakan pelatihan berbahasa isyarat bagi dinas pelayanan di lingkungan kabupaten Kebumen.
Edo, sebagai narasumber dari BISINDO ( Bahasa Isyarat Indonesia) Magelang, mengungkapkan bahwa berbahasa isyarat sebenarnya mudah. Bahasa isyarat bisa digunakan siapa saja tidak hanya penyandang difabilitas. Bahasa isyarat BISINDO bukanlah bahasa Indonesia yang di isyaratkan namun hasil pembelajaran yang di lakukan langsung oleh mereka yang menyandang difabilitas. Selama ini masyarakat masih salah kaprah dengan sebutan tuna rungu atau tuli. Edo menjelaskan bahwa mereka kaum difabilitas lebih suka di sapa dengan tuli daripada tuna rungu. Sehingga istilah tuna rungu hingga kini hanya di gunakan bagi kepentingan dinas. Peserta pelatihan bahasa isyarat ini juga mendatangkan R. Alit Agung Wijaya Kusumah, seorang difabilitas dengan segudang prestasi, Menjadi seorang tuli bukanlah penghalang baginya dalam meraih cita-cita, tutur ia. Alit atau kecil adalah nama pemberian orangtuanya karena saat lahir ia prematur dan sistem pendengarannya belum tumbuh dengan sempurna. Saat kecil, ia sangat tersiksa dengan sistem belajar dan kesulitan dalam menyampaikan pemikirannya. Dengan menggambar ia bisa menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya kepada oranglain. Setelah berkecimpung di dunia model, Alit saat ini sibuk dengan kuliah dan menjadi narasumber di berbagai acara. Sangat membanggakan bahwa Alit dengan keterbatasannya dapat meraih ilmu dengan beasiswanya.
Rasa antusias terus terlihat di wajah para peserta. Ilmu baru ini sangat menarik, terungkap bahwa bahasa isyarat tidak hanya terfokus pada pola jari kita membentuk simbol namun ekspresi wajah sangat diperlukan. Berkali-kali peserta mencoba berbagai simbol dengan sistem penyampaian yang sangat menyenangkan. Narasumber juga memberikan pendamping difabilitas untuk masing-masing regu. Peserta di ajarkan kata-kata yang biasa di gunakan sehari-hari seperti mengenal angka, huruf, hari, bulan, tahun bahkan mengenai perasaan seseorang. Hingga hari kedua, peserta nampak sangat antusias karena peserta di ajak berkomunikasi langsung dengan kaum difabilitas sekaligus mempraktekan ilmu yang sudah didapatkan. Seperti yang di sampaikan Azizah, seorang perawat RSUD Prembun, “Sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan, pungkas Azizah”.